Kalau kau sadari ternyata kau berada di tengah-tengah sebuah kelompok yang tanpa
henti selalu diam-diam menjelek-jelekkan teman ‘mereka’, catatlah dalam benakmu
bahwa mungkin saja mereka melakukan hal yang sama terhdapa dirimu, selagi kau
sedang tidak berada di antara mereka.
(Kimberly Kirberger)
***
Jika
sudah begini, what’s on tour mind?
Well, tidak
mudah memang menilai baik buruknya seseorang. Tapi, walaupun sulit dan
terkadang penuh dengan ‘jebakan’, kita tetap harus pandai membaca karakter itu.
Sebab, orang yang sudah terlanjur terlibat begitu erat dengan kehidupan kita,
apapun itu statusnya, besar kemungkinan akan memberikan inject pola pikir, pola
sikap dan pola tutur pada kita.
Suami
sangat berpotensi menjadikan istrinya sejalan dengan dirinya dalam hal apapun.
Orang tua pun sangat berpengaruh pada proses tumbuh kembang anaknya. Lingkungan
juga besar pengaruhnya dalam pembentukan mental, kreativitias, dan kebiasaan
seseorang. And of course, seorang yang jadi ‘sahabat’ memiliki andil
sangat besar terhadap langkah-langkah hidup sahabatnya tersebut.
Untuk
itu, kita harus tahu tipikal orang yang terlibat pertalian cukup dengan kita.
Yah, tentu saja, dalam hal ini, kita sedang bicara tentang sahabat.
Kalau
kamu sudah punya sahabat, dan kamu mengaku sudah kenal begitu dekat dengannya,
ada satu pertanyaan sangat penting yang harus kamu jawab.
Apakah
sahabatmu itu, sahabat yang baik atau yang buruk buatmu?
Eh,
jangan gegas menjawab dulu, friends! Saya nggak lagi ‘nguber-nguber’ kamu
supaya cepat menjawab pertanyaan tersebut. Saya akan ngajakin kamu mikir
bersama-sama, supaya kita benar-benar mantap dengan pilihan jawaban kita.
Pertama-tama,
sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita kudu tahu kriteria dasar sahabat
yang baik itu seperti apa.
Sahabat
yang baik adalah mereka yang memberikan stimulus dan respon positif terhadap
semua aspek kehidupan kita. Apa saja itu?
Pertama,
Sahabat kita mampu
membantu di dalam berbagai cara; ia
melindungi kita dari hal buruk saat kita lengah, ia melindungi ‘barang’ atau
‘hal’ berharga kita, ia mau membantu kita saat kita punya masalah.
Kedua,
Sahabat itu punya simpati dalam segala situasi yang kita alami; ia turut bersedih saat kita bersedih, dia
turut gembira saat kita gembira.
Ketiga,
Sahabat itu tidak munafik; ia
tidak akan membuka rahasia kita pada orang lain, sekalipun orang tersebut
memiliki hubungan yang ‘begitu dekat’ dengannya, ia tidak mengkhianati
komitmennya, ia tidak mengingkari janjinya, ia juga tidak suka berkata bohong.
Keempat, sahabat itu mengarahkan kita pada kemajuan
hidup; ia akan
mempengaruhi kita untuk lebih rajin dan gigih mengecar cita-cita, ia memberikan
kontribusi pemikiran yang baik terhdapa persoalan hidup kita, dia mengingatkan
kita saat kita melakukan hal yang salah, dia menghalangi kita untuk berniat
apalagi berbuat jahat, dan ia membagi hal-hal baik yang belum pernah kita
ketahui sebelumnya.
Kelima, sahabat
bisa mengantarkan kita pada kesadaran spiritual yang lebih baik; mengajak kita tidak meninggalkan ibadah
wajib, mengajak kita mengerjakan hal-hal yang sunnah, mengajak kita berbuat
baik pada sesama, dan membantu kita menghilangkan penyakit-penyakit hati kita.
Lima kriteria di atas itu kriteria dasar supaya
seseorang bisa dinyatakan sebagai ‘sahabat yang baik’. Jika satu komponen saja
ada yang ngilang, tentu saja kualitas kebaikan itu akan berkurang.
Terus, yang dimaksud dengan sahabat yang buruk
itu gimana?
Pertama, Sahabat itu punya kepentingan berorientasi
negatif; untuk
memanfaatkan, untuk menipu, untuk diperas, untuk direbut ‘hal’ berharga milik
kitanya,
Kedua,
sahabat itu tidak visioner ; ia
selalu membicarakan masa lalu dan tidak berguna, ia selalu menakit-nakuti kita
akan sesuatu yang baik namun belum kita kerjakan, , ia selalu mengajak kita
melakukan hal-hal yang sama sekali tidak penting, ia selalu mengajak kita lari
dari tanggungjawab dan memilih untuk memuaskan kesenangan kita saja.
Ketiga,
sahabat itu munafik ; ia
gemar berkata bohong, dia selalu ingkar janji, dia berkhianat, dia membuka aib
kita saat dia tidak sedang bersama kita, jika kita berbuat jahat, ia akan
setuju dan membenarkannya,
Keempat, sahabat yang mengajak kita ke jurang
kehancuran; ia
mengajak kita untuk mengkonsumsi barang-barang haram, dia mengajak kita berbuat
maksiat, ia membuat kita melekat untuk mengejar kenikmatan sesaat, dia
mengajari kita berfikir instan dan tak menghargai proses, dia melibatkan kita
pada kegiatan-kegiatan tidak terpuji,
dan lain sebagainya.
Kelima,
sahabat itu menjauhkan kita dengan Tuhan; dia
memberi paham kesesatan, dia merangsang kita untuk selalu malas, bahkan lalai
menunaikan kewajiban kita, dia menertawakan kita atau mengatasi kita soak alim
tatkala kita menjalankan kewajiban kita sebagai seorang muslim, dan lain
sebagainya.
Nah,
dari kriteria dasar sahabat baik dan sahabat buruk di atas, kita mulai bisa
tahu, sahabat mana yang baik untuk kita, dan sahabat mana yang tidak baik untuk
kita. Eits, jangan anggap krietaria di atas sebagai tuntutan, ya. Entar timbul
opini, “Gila, mau bersahabat aja tuntutannya banyak beneeerr….!!”
Itu
bukan tuntutan, friends, Sebenarnya, itu adalah dasar attitude yang
wajib dimiliki siapa saja. Dalam Islam, ajaran kebaikan yang ada dalam lima
kriteria di atas diajarkan dan diserukan untuk kita, kok! Ya elah, namanya juga
kita ini orang islam. Masak, sih, sikap nggak ada baik-baiknya? Memenuhi lima
kriteria di atas aja masih keberatan. Yang katanya tuntutan terlalu berat,
kek, yang katanya jadi orang baik nggak
gitu-gitu amat, kek, bla…bla…bla…
Kalau
pengen jadi orang yang berkualitas, jangan ragu untuk menjadikan seluruh
komponen kedirian kita berkualitas juga, dong! Kalau berbuat baik sama orang,
ya…jangan setengah-setengah. Apalagi kalau itu buat sahabat kita. Ibarat rumah,
bikin pondasi awal emang ribet, tapi ya harus dilakukan, supaya bangunan rumah
bisa dilanjutkan dan terbangun dengan baik. Masak bikin pondasi aja dilewatin?
Gimana bisa jadi tuh bangunan rumah?
Dalam
surat Al-Mukminun ayat 57-61 disebutkan :
(57). Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab)
Tuhan mereka,
(58).
dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka,
(59).
dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu
apapun),
(60).
dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan
mereka,
(61).
mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah
orang-orang yang segera memperolehnya.
Jelas,
kan?
Nggak ada
ruginya, friends, kita berbuat baik. Terlepas perbuatan baik kita itu mendapat
cibiran atau celaan, itu sama sekali bukan urusan kita. Yang penting, kita
sudah menjalankan tugas kita untuk berbuat baik, selesai. Semua Allah yang
menilai. Nggak perlulah kita pusing-pusing mikirin orang yang terus merasa
‘keberatan’ dengan kebaikan kita. Sebab, orang macam begitu sebenarnya adalah
orang yang bertolak belakang dengan kebaikan itu sendiri.
Okey,
okey, okey, kita kembali lagi pada kriteria baik dan buruknya sahabat tadi.
Jadi
gini, setiap orang Islam yang hidup di dunia ini, punya tugas untuk beribadah
dan berbuat baik. It’s just our job! ‘Cuma’ itu kewajiban kita.
Yaah…sebenarnya tugas itu kelihatannya emang ‘cuma’ sih, tapi sebenarnya
cakupannya banyaaakkk banget (hehehe). Nggak hanya cakupannya, tanggungjawabnya
juga banyaaakkk banget… Waduh, kalau cakupan sama tanggungjawabnya banyak,
berarti tugas kita sejatinya nggak hanya ;Cuma’, tapi emang bener-bener berat,
dong!
(Nepuk
jidat!)
But,
heeyy, sudahlah! Kita nggak perlu mendramatisir pikiran kita soal tugas ‘Cuma’
atau tugas berat itu, deh. Gini, deh, namanya orang hidup, ya emang begitu
kerjaannya. Mau santai-santai aja, ya eman-eman umur, kan? Selagi ada
kesempatan buat ngumpulin amal baik, why don’t we do?
Jangan
banyak mikir yang enggak-enggak, deh. Biasa aja, maksud saya. Toh, semua
kriteria baik di atas itu tujuannya juga baik. Kalau tujuan itu udah baik, kita
juga yang mereguk manisnya.
Jadi,
mulai sekarang, cermati, cermati, cermati. Sahabatmu itu masuk orang berkriteria
mana? Yang baik, apa yang buruk?
Catat
nih, ya, tak ada seorang sahabatpun di dunia ini yang ingin berbuat
buruk untuk sahabatnya. Jika ada, dia bukanlah sahabat, sekalipun ia mengaku
dirinya adalah sahabat.
Sebab sahabat
itu terdiri dari telinga yang mau mendengar, tangan yang mau menolong, kaki
yang mau mengajak berlari menjemput asa, dan hati yang menenteramkan.
So, jangan
kedepankan emosi melankolismu, ya? Kali ini, kita harus bisa berifkir se-rasional
mungkin, sejernih mungkin, dan sehati-hati mungkin. Kita nggak mau dong, hidup
kita hancur gara-gara kita salah percaya orang? Pilihlah orang terbaik untuk
jadi sahabatmu. Jangan sampai, orang yang seharusnya jadi musuhmu, justru kau
jadikan sahabatmu. Musuh dalam arti orang yang siap menjerumuskanmu ke dalam
lubang kesesatan, penderitaan atau maksiat.
Abraham
Lincoln pernah berkata, Sebagian besar orang hampir sebahagia yang mereka
pikirkan. Maksudnya, kebahagiaan hidup kita tidak ditentukan oleh apa yang
terjadi pada hidup kita, tetapi oleh cara kita bereaksi terhadap yang terjadi.[1]
Jangan mudah
jadi bebek, ya! Kalau sahabat kita melakukan tindakan-tindakan menyimpang atau
tercela, jangan lantas, atas nama sahabat, maka kita harus mengikutinya.
Apalagi, jika dia meminta kita terlibat melakukannya. Bereaksilah, dan putuskan
segera apa yang harus kita lakukan. Akankah kita menghabiskan seluruh hidup
kita bersama orang yang gemar bersikap tercela? Jika kita masih saja
membenarkan perbuatan tercela itu, entah dengan alasan kita belum juga tersadar
atau sengaja tidak mau tersadar, maka jangan heran, jika kelak, secara bertahap
namun pasti, kita pun akan menjadi pelaku perbuatan tercela.
Nggak
pengen dong itu terjadi pada kita?
Seharusnya,
kalau memang tahu sahabat kita melakukan hal yang menyimpang dari syari’at
Islam, maka sebagai sahabat yang baik, kita harus mengingatkannya. Sebisa
mungkin, kita tarik dia dari kesalahannya dan membantunya menemukan jalan yang
benar.
Namun,
jika ia enggan, sudahlah…tak usah terlalu bermelankolis. Dia bukanlah sahabat
kita yang baik. Buktinya, ajakan tulus kita menuju kebaikan ditolaknya. Apa
yang harus kita pertahankan dari hubungan persahabatan semacam ini? Daripada
kita yang kena virus buruknya, mending kita cepat-cepat menjauhinya.
Rasulullah pernah bersabda, “Seseorang ada di atas agama
temannya, maka hendaknya salah seorang kalian meneliti siapa yang dijadikan
sebagai temannya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)[2]
Hadist
itu bener banget. Kita harus teliti dulu, siapa yang bakal jadi sahabat kita.
jangan sampai, orang udah jelas-jelas jahat, masih aja digebet jadi sahabat?
Emang dunia selebar daun kelor? Milyaran orang di seluruh dunia begini banyak
yang baik, kok malah nyari yang jahat? Tuh, akal masih berfungsi, kan?
Ada-ada
aja sih…(Sambil ketawa-ketawa sendiri)
Well,
whatever it is, sahabat terbaik kita harusnya adalah
orang-orang yang membantu kita untuk terus berada pada haluan yang benar dan
mengoreksi kita sewaktu kita akan melakukan hal-hal yang tidak bijaksana. Sebagaimana
firman Allah dalam surat Ali Imron ayat
118 :Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya
(menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu.
telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati
mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat
(Kami), jika kamu memahaminya.”
So, carefully
for choosing a friend! Jangan sembarangan milih sahabat, deh!
Buang sampah saja nggak boleh sembarangan, apalagi milih temen. (Lho, apa
hubungannya? Hehehe).
Pilih
yang baik, ya. Pilih yang menguntungkan buat dunia dan akhiratmu. Yang bikin
onar, bikin ribet, bikin reseh, bikin mudhorot, jangan dipilih, deh. Ngapain juga ngorbanin
banyak hal untuk orang yang nggak merasa
bahagia dengan derita dan kesusahan yang menimpa kita. Ngapain juga kita
menghamba-hamba pada orang yang jelas-jelas membenci kita.
Ada Sebuah hadist dari Abu Hurairah
ra, yakni Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya akan datang kepada manusia
tahun-tahun penuh penipuan, dimana pendusta dibenarkan, sedangkan orang
jujur didustakan, pengkhianat dipercaya, sedangkan orang amanat
dianggap pengkhianat. (HR. Ibnu Majah)
Kita tidak perlu menjadi bagian dari orang yang
membenarkan kesalahan atas nama persahabatan.
Itu
Kepribadian
seseorang dapat dikenali dari sahabat-sahabat dekatnya. Ada
baiknya jika kita mempertimbangkan, bagaimana sahabat itu memperlakukan kita
tetapi juga bagaimana ia memperlakukan orang lain, khususnya orang yang tidak
memberi mereka keuntungan. Jika ia memang memperlakukan orang-orang yang tidak
menguntungkan mereka dengan baik, berarti, pada kita, sahabatnya, ia pun akan
melakukan hal jauh lebih baik.
Untuk mengenal
sifat sejati seseorang memang nggak gampang. Butuh proses yang menuntut kita untuk
selalu bersabar, terampil, cermat, peka, dan cerdas. But, that’s the
challenge! Ketika kita bisa melakukan seleksi itu, maka kita akan
mendapatkan hasil terbaik untuk hidup kita.
Sebab,
ujian tersulit dari sebuah hubungan adalah untuk tidak bersepakat namun tetap
bergandengan tangan. Seperti peringatan dalam sebuah hadits, “Seseorang ada di atas agama temannya, maka hendaknya salah
seorang kalian meneliti siapa yang dijadikan sebagai temannya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud )
Alangkah bahagianya jika kita punya sahabat
yang bener-bener bisa membuat kehidupan kita lebih baik, lebih baik, dan terus
lebih baik. Itu adalah sahabat ideal yang mengagumkan!
Dalam kita Ukhwatul Ni’mah, Seorang sahabat Nabi, yakni Ibnu
Hibban, pernah berkata, “Empat hal yang
termasuk kebahagiaan seseorang: Istri yang senantiasa taat kepadanya, anak-anak
yang shalih, teman-teman yang baik, dan rezekinya di negerinya.”
Gimana,
apakah sahabatmu itu baik atau burukmu?
What is the Best Casino Site 2021 - Lucky Club
BalasHapusBest luckyclub Live Casino · 1. Spin Casino, · 2. Caesars Palace, · 3. Caesars Palace, · 4. InterTops Casino, · 5. Spin Casino, · 6.